dteksinews, Jakarta- Dalam kondisi ekonomi global yang penuh ketidakpastian, dunia bisnis Indonesia kembali dihadapkan pada kasus hukum besar. PT Sentral Indotama Energi telah mengajukan gugatan pailit terhadap Transon Group, salah satu perusahaan pertambangan ternama, di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Gugatan ini menandai babak baru dalam perselisihan bisnis yang berkaitan dengan utang bernilai ratusan miliar rupiah. Apa penyebab utama gugatan ini, dan bagaimana dampaknya terhadap industri pertambangan Indonesia?
PT Sentral Indotama Energi, perusahaan yang bergerak di bidang pengangkutan dan pengelolaan limbah, menggugat pailit Transon Group melalui kuasa hukum mereka, Rahmad Riadi, SH., MH, dan Nata Januar Adiguna, SH, dari Kantor Integrate Partnership Law Firm. Gugatan ini didaftarkan dengan nomor perkara 16/Pdt.Sus-Pailit/2025/PN Niaga Jkt.Pst dan sidang pertama dijadwalkan pada 13 Maret 2025.
Gugatan ini telah dilayangkan pada 3 Maret 2025 setelah utang Transon Group kepada PT Sentral Indotama Energi yang mencapai Rp118,6 miliar sejak perjanjian kontrak pada 26 September 2022 tidak kunjung terbayar.
“Gugatan pailit ini telah diregistrasi dengan nomor 16/Pdt.Sus-Pailit/2025/PN Niaga Jkt.Pst di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dan sidang dengan agenda pembacaan surat permohonan akan dilaksanakan pada Hari Kamis, 13 Maret 2025,” jelas Rahmad saat jumpa pers di kawasan, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (7/3/2025), dikutip dari koronindopos.com
Penyebab utama gugatan ini adalah tunggakan pembayaran dari PT Transon Bumindo Resources, anak perusahaan Transon Group kepada PT Sentral Indotama Energi. Kedua perusahaan menandatangani kontrak kerja sama pengelolaan limbah pertambangan pada 26 September 2022, dengan nilai proyek mencapai miliaran rupiah. Namun, sejak kerja sama berlangsung, Transon Group diduga tidak memenuhi kewajibannya. Hingga Juli 2024, utang yang belum dilunasi mencapai Rp118,6 miliar.
PT Sentral Indotama Energi mengklaim telah mengangkut lebih dari 726 juta ton limbah tanpa menerima pembayaran sebagaimana yang seharusnya dilakukan. Upaya mediasi telah dilakukan beberapa kali, tetapi Transon Group disebut tidak menunjukkan itikad baik untuk menyelesaikan kewajibannya. Bahkan, pihak perusahaan kerap menghindari pertemuan dengan kreditur.
“PT kita bergerak di bidang jasa, didalam kontraknya, per bulannya dilunasin, tetapi menunggak hingga 8 bulan mampir setahun. Selama ini kita mencoba untuk menagih baik-baik tapi tidak ada tanggapan,” kata Melisa, Direktur PT Sentral Indotama Energi.
Langkah menggugat pailit PT Transon Bumindo Resources ini bertujuan untuk mendapatkan hak PT Sentral Indotama Energi dan juga demi keberlangsungan perusahaan tersebut. Mengingat banyaknya uang yang belum terbayarkan.
“Kenapa kita gugat pailit, karena kita ingin hak kita. Kalau utang tersebut tidak dibayarkan, bisa-bisa perusahaan kami yang bangkrut,” tegas Melisa.
Selain kepada PT Sentral Indotama Energi, Transon Group juga memiliki kewajiban keuangan kepada dua perusahaan lain.
“Jadi ada 2 perusahaan lain yang belum dibayarkan utangnya, PT Cakra Gemilang Sukses sebesar Rp1,02 miliar dan PT Nusa Cipta Konstruksi sebesar Rp18,7 miliar,” jelas Rahmad.
Gugatan ini berlandaskan pada Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Menurut Pasal 2 Ayat (1), sebuah perusahaan dapat dinyatakan pailit jika memiliki dua atau lebih kreditur dan tidak mampu membayar utang yang telah jatuh tempo serta dapat ditagih.
Beberapa regulasi lain yang menjadi dasar gugatan ini antara lain: Keputusan Presiden RI Nomor 97 Tahun 1999 tentang Pembentukan Pengadilan Niaga. Pasal 303 UU Kepailitan, yang menyatakan bahwa meskipun terdapat klausul arbitrase dalam kontrak, pengadilan tetap berwenang menangani kasus pailit.
Gugatan pailit ini diawali dengan pengajuan permohonan ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Pengadilan akan memeriksa bukti-bukti seperti kontrak, invoice, dan surat peringatan. Jika terbukti bahwa Transon Group tidak mampu melunasi utang yang telah jatuh tempo, maka perusahaan dapat dinyatakan pailit.
Kasus gugatan pailit terhadap Transon Group mencerminkan tantangan ekonomi yang semakin kompleks di sektor pertambangan Indonesia. Dengan dasar hukum yang jelas dan bukti yang kuat, keputusan Pengadilan Niaga akan menjadi faktor penentu bagi nasib perusahaan ini. Jika Transon Group benar-benar dinyatakan pailit, dampaknya tidak hanya dirasakan oleh perusahaan dan kreditur, tetapi juga oleh para pekerja dan industri pertambangan secara keseluruhan.(*/PRI)