Foto: Karyawan PT Vale Indonesia Tbk
dteksinews,Jakarta- Laba perusahaan tambang nikel raksasa, PT Vale Indonesia Tbk (INCO), diperkirakan pulih secara moderat tahun ini, seiring diversifikasi ke penjualan bijih nikel, yang mengurangi ketergantungan pada produk nikel matte. Lantas, bagaimana prospek saham INCO?
Vale Indonesia memiliki kapasitas produksi nikel matte sebesar 73 ktpa dan konsesi seluas lebih dari 100.000 hektare (ha). Setelah mencatat laba yang kuat selama supercycle 2021-2023, laba bersih turun 79% yoy pada 2024 akibat pelemahan harga nikel di London Metal Exchange (LME).
Vale Indonesia telah memperoleh persetujuan untuk menjual bijih nikel, yang membuka sumber pendapatan baru. Emiten berkode saham INCO tersebut menargetkan penjualan saprolit sebesar 2,5 juta wmt pada 2025 dan meningkat menjadi 7,7 juta wmt pada 2026, serta 10,5 juta wmt limonit untuk proyek smelter HPAL (high pressure acid leach).
Dengan margin yang tinggi berkisar 57-59%, penjualan bijih diperkirakan menyumbang US$ 53 juta terhadap pendapatan 2025 dan menopang EBITDA INCO.
“Kami meyakini inisiatif tersebut menjadi kunci dalam mendorong pertumbuhan laba bersih INCO sebesar 118% pada 2026 menjadi US$ 167 juta,” tulis analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Muhammad Farras Farhan dalam risetnya, yang dikutip pada Senin (7/7/2025).
INCO tengah mengembangkan tiga proyek HPAL dengan total kapasitas MHP (mixed hydroxide precipitate) sebesar 240 ktpa. Ekspansi itu didukung oleh mitra strategis seperti Ford dan Huayou. Meskipun masih dalam tahap awal konstruksi, proyek-proyek ini akan menggunakan bijih berkadar tinggi milik INCO dan mendukung integrasi vertikal.
Rekomendasi dan Target Harga Saham
Dengan posisi kas bersih dan rasio cakupan bunga yang tinggi, INCO berada dalam posisi keuangan yang solid untuk menghasilkan pendapatan sebesar US$ 2,4 miliar dan arus kas bebas (free cash flow) sebesar US$ 214 juta dari HPAL pada 2027.
Mirae Asset Sekuritas melanjutkan coverage atas saham INCO dengan rekomendasi buy. Target harga saham INCO sebesar Rp 4.300. Target harga tersebut berdasarkan valuasi estimasi P/E 2025 sebesar 35,8 kali.
“Harga saham INCO telah bangkit dari titik terendah di bulan April, yang mencerminkan optimisme terhadap penjualan bijih dan kemajuan hilirisasi,” sebut Farras.
Dia menegaskan, meski proyeksi laba 2025 masih terbatas, pihaknya melihat potensi kenaikan signifikan dari monetisasi bijih nikel yang lebih kuat dan eksekusi proyek yang solid. Namun, tetap ada risiko dari keterlambatan proyek, volatilitas harga bijih nikel, dan perubahan regulasi.(*/PRI)