dteksinews, Morowali- Anggota Komisi III DPR RI dan Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo mengingatkan di tengah transformasi sosial dan dinamika keamanan yang semakin kompleks, Hari Bhayangkara harus dimaknai sebagai ruang refleksi mendalam bagi seluruh jajaran Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri). Peringatan Hari Bhayangkara ke-79 dengan tema “Polri untuk Masyarakat,” sejatinya adalah tantangan sekaligus janji. Tantangan untuk melepaskan ego sektoral dan membuka ruang partisipasi publik dalam proses penegakan hukum. Dan janji bahwa Polri akan lebih adaptif terhadap aspirasi masyarakat sipil, khususnya generasi muda yang semakin kritis terhadap kekuasaan.
“Peringatan Hari Bhayangkara lebih dari sekadar pengingat sejarah. Peringatan ini adalah panggilan moral bahwa Polri ada bukan untuk kekuasaan, tapi untuk masyarakat. Bukan untuk menakut-nakuti, tapi untuk mengayomi dan melindungi. Karena keberhasilan Polri sesungguhnya adalah ketika masyarakat merasa aman, diperlakukan adil, dan percaya bahwa kehadiran polisi adalah bagian dari solusi, bukan sumber ketakutan,” tegas Bamsoet di Jakarta, Rabu (1/7/25).
Ketua MPR RI ke-15 dan Ketua DPR RI ke-20 ini memaparkan dalam beberapa tahun terakhir, Polri telah memulai langkah transformasi melalui program Presisi; prediktif, responsibilitas, dan transparansi berkeadilan. Sejumlah inovasi berbasis teknologi telah diluncurkan, seperti layanan pengaduan digital, SIM dan SKCK online, e-tilang, serta pelaporan kasus berbasis aplikasi. Bahkan Polri SuperApp kini menjadi platform satu pintu layanan publik yang merangkul masyarakat di lebih dari 500 kota dan kabupaten.
Berdasarkan data Polri, sepanjang tahun 2024, lebih dari 5.000 kasus kejahatan berhasil diungkap dalam berbagai operasi. Mulai dari narkotika hingga tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Angka kriminalitas menurun 8% dibandingkan tahun sebelumnya, meski tantangan di sektor kejahatan siber justru meningkat hingga 15%.
“Capaian tersebut patut diapresiasi. Namun kepercayaan publik tidak dibangun hanya dengan angka. Ia tumbuh dari interaksi sehari-hari antara warga dan aparat. Dari sikap ramah seorang Bhabinkamtibmas yang hadir di tengah masyarakat. Dari keberanian petugas lalu lintas menindak pelanggar tanpa pandang bulu. Serta, dari ketegasan penyidik dalam memberantas kejahatan tanpa tebang pilih,” kata Bamsoet.
Ketua Komisi III DPR RI ke-7 dan Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia ini menambahkan, kehadiran Polri juga sangat dirasakan dalam menjaga stabilitas nasional. Di tengah ancaman radikalisme, kejahatan lintas negara, perdagangan manusia, hingga konflik sosial di daerah-daerah rawan, Polri berperan vital dalam menjaga keutuhan bangsa. Operasi Tinombala di Poso, pengamanan agenda-agenda internasional seperti KTT ASEAN 2024, hingga pengungkapan jaringan perdagangan narkoba internasional di Kalimantan Barat menjadi contoh nyata bagaimana Polri bertindak cepat dan strategis demi menjaga keamanan nasional.
Namun, tantangan masih jauh dari selesai. Masyarakat menuntut agar Polri juga tegas dalam membersihkan institusinya dari perilaku menyimpang. Kasus penyalahgunaan wewenang, praktik suap, hingga arogansi aparat masih menjadi noda yang merusak citra Polri secara keseluruhan.
“Di era digital saat ini, dinamika sosial dan kriminalitas tidak lagi berbentuk tunggal. Kejahatan siber, penyebaran hoaks, pencucian uang lintas negara, peretasan data, hingga kejahatan berbasis artificial intelligence telah menjadi tantangan nyata. Masyarakat bukan hanya membutuhkan polisi yang kuat secara fisik, tetapi juga cerdas secara digital dan sensitif terhadap nilai-nilai keadilan sosial. Artinya, reformasi Polri belum boleh berhenti. Apalagi berpuas diri,” pungkas Bamsoet. (*)